Jokowi Dorong RUU Perampasan Aset agar Segera Diselesaikan DPR

Date:

Warganet.info – Rancagan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset  menjadi RUU inisiatif pemerintah.

Presiden Joko Widodo mengatakan, RUU Perampasan Aset merupakan inisiatif dari pemerintah. Oleh karena itu, dirinya mendorong agar pembahasan RUU itu segera diselesaikan di DPR.

“RUU perampasan aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu segera diselesaikan oleh DPR, dan ini prosesnya sudah berjalan,” ujar Jokowi usai meninjau Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat dilansir Kompas.com, Rabu (5/4/2023).

“Saya harapkan dengan rancagan undang-uandang perampasan aset itu dia akan memudahkan proses-proses, utamanya dalam tindak pidana korupsi untuk menyelesaikan setelah terbukti (korupsi) karena payung hukumnya jelas,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, pembahasan rancagan undang-uandang  Perampasan Aset tidak bisa jalan jika belum ada surat presiden (surpres).

Sebelumnya, hingga Jumat (31/3/2023), DPR belum menerima surpres berisi usulan pembahasan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. rancagan undang-uandang  itu tak bisa dibahas jika pemerintah belum mengajukan usulan pembahasan kepada DPR.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, naskah akademik dan draf rancagan undang-uandang Perampasan Aset sebenarnya sudah selesai disusun. Namun, dari enam pemimpin instansi yang dimintai persetujuan draf RUU, baru tiga yang sudah memberikan paraf persetujuan.

Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly; serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

Sementara tiga pemimpin instansi lain, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati; Jaksa Agung ST Burhanuddin; dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, belum memberikan paraf persetujuan.

Baca juga : Ternyata Penyuap Lukas Enembe Adalah Tim Suksesnya Saat Pilkada 2018

Wacana RUU Perampasan Aset

Rancagan undang-uandang Perampasan Aset atau yang dikenal dengan istilah asset recovery merupakan salah satu aturan yang harus ada ketika suatu negara sudah menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Melawan Korupsi.

Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Namun, hingga kini, Indonesia belum juga memiliki aturan hukum soal perampasan aset.

RUU Perampasan Aset kembali menjadi isu panas ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Mahmodin (MD) meminta permohonan khusus kepada Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun.

Permohonan khusus itu adalah terkait persetujuan rancagan undang-uandang Perampasan Aset Tindak Pidana serta rancagan undang-uandang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Hal ini Mahfud sampaikan langsung kepada Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wiryanto atau Bambang Pacul.

Mewakili pihaknya, Bambang Pacul mengatakan, pengesahan dua rancagan undang-uandang tersebut sulit dilakukan. Sebab menurutnya, para anggota di Komisi III DPR akan siap jika sudah mendapat perintah dari ketua umum (ketum) partai politik (parpol) masing-masing.

Menanggapi isu tersebut, Arsul mengungkapkan bahwa rancagan undang-uandang Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya mengemuka karena kasus dugaan transaksi mencurigakan berupa tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun.

“RUU Perampasan Aset sudah sejak beberapa waktu sebelumnya memang telah disuarakan di ruang publik,” imbuhnya.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP itu menjelaskan bahwa rancagan undang-uandang Perampasan Aset disepakati sebagai rancagan undang-uandang inisiatif pemerintah.

Artinya, kata dia, pihak yang harus menyiapkan naskah akademik dan draft RUU tersebut adalah pemerintah.

“Posisi DPR menunggu (draft RUU) itu dan kemudian nantinya kedua dokumen disampaikan kepada kami. Peran DPR di sini adalah membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM),” jelas Arsul.

Ia mengatakan bahwa pihaknya tidak menolak pengesahan rancagan undang-uandang  Perampasan Aset berdasarkan alur penyiapan hingga kesepakatan dalam draft RUU tersebut.

“Jadi apakah RUU ini bisa dibahas atau tidak? Posisi DPR itu menunggu pemerintah. Dari alur ini, sangat tidak betul kalau DPR dikatakan menolak RUU tersebut,” ujar Arsul.

Menurutnya, pihak yang selalu menyalahkan DPR sesungguhnya tidak mengerti duduk soal situasi sebenarnya.

Terlebih, adanya informasi yang beredar di media sosial (medsos) tentang polemik rancagan undang-uandang Perampasan Aset yang seolah menggiring bahwa DPR menolak pengesahan rancagan undang-uandang tersebut.

“Kami berharap agar siapa pun yang berwenang di pemerintahan, termasuk Menko Polhukam Mahfud MD untuk sepakati ‘satu kata’ terkait RUU ini. Dan jangan jadikan DPR sebagai ‘samsak’ yang dipukuli secara tidak proporsional di ruang publik,” imbuh Arsul.

Share post:

Terpopuler

Terkait
Related

Rekomendasi PMKRI Regio Papua Barat: Majukan Papua Barat dan Papua Barat Daya

Rekomendasi PMKRI Regio Papua Barat untuk mendorong kemajuan di papua barat dan papua barat daya.

Ratusan Anak Muda Sulsel deklarasi “Kami Jokowi”

Anak Muda Sulawesi Selatan deklarasi Kami JOKOWI.

Rumah dinas Syahrul Yasin Limpo digeledah KPK

Rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) digeledah KompaKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK)